Selasa, 23 Februari 2016

Menyikapi kematian 3 orang Khulafaur Rasyidin

Kehilangan besar bagi umat Islam sepeninggal Muhammad dengan terbunuhnya 3 Khulafaur Rasyidin mereka berturut - turut, Umar Bin Khatab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Dengan demikian praktis hanya Abu Bakar yang meninggal karena faktor usia, selebihnya meninggal dengan cara yang sadis. Umar, Utsman dan Ali adalah 3 sahabat nabi yang utama. Mereka banyak berjuang dan berperang dijalan Allah bersama Nabi, hingga akhir hayatnya kita mengenal mereka sebagai pribadi - pribadi yang mulia.
Jika anda sekalian diperbolehkan memilih saat kematian anda sendiri, pada kondisi seperti apa yang anda inginkan untuk mati?

Umar Bin Khatab adalah seorang saudagar kaya raya yang temperamental, namun setelah memeluk Islam beliau adalah pejuang yang gagah berani, tegas pada setiap peraturan, kehidupan sebagai pedagang sukses tidak membuatnya gelap mata. Bahkan di masa beliau menjadi khalifah kita mengenal betapa miskinnya beliau dibanding umatnya. Seorang khalifah yang setiap malam berjalan diantara rumah - rumah umatnya sekedar untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang terdzolimi dimasa kepemimpinannya.

Sampai pada suatu malam Umar yang sedang berjalan diantara rumah - rumah itu mendengar isak tangis anak kecil yang belum makan beberapa hari, dan ibunya harus berpura - pura memasak batu untuk menenangkan anaknya. Hal yang membuat Umar terenyuh dan akhirnya mengambilkan sendiri karung makanan dari baitul mal, dipikulnya karung itu sendiri olehnya untuk diserahkan pada keluarga itu. Sebuah sikap pemimpin yang hampir tidak kita jumpai di masa ini, tidak seorang presiden pun yang mau memanggul sendiri karung beras ke rumah - rumah kumuh di bantaran sungai, bahkan jangankan bersikap seperti Umar, mereka cenderung mengamankan image dirinya sendiri supaya kelak bisa menjadi presiden periode ke dua.

Utsman Bin Affan adalah sahabat yang berjasa besar dalam pembukuan Al Qur'an di masanya beliau berhasil mengumpulkan mushaf Qur'an yang terdiri dari ribuan ayat, karena jasa beliaulah kita semua masih bisa mempelajari Al Qur'an yang diturunkan Allah kepada Muhammad, beliau telah menjaga hilangnya Qur'an dari perkembangan zaman. beliau adalah seorang pedagang sukses yang menginfakkan semua hartanya di jalan Allah, beliaulah yang membelikan kuda - kuda dan unta - unta untuk kendaraan perang kaum muslimin.

Ali Bin Abi Thalib saudara sepupu sekaligus menantu Rasullulah adalah satu - satunya orang di dunia yang lahir di dalam rumah Allah, Kabbah. Beliaulah pemuda paling berani di kabilah Bani Quraisy. Dan ketika Muhammad diancam akan dibunuh Ali menjadi tameng bagi Rasul karena kecintaannya yang besar terhadap Rasul. Ali dan keluarganya adalah orang - orang yang sabar dan dermawan, pernah 3 hari keluarga ini berpuasa tetapi harus menunda untuk berbuka demi memberi makan fakir miskin yang meminta derma terhadap mereka.

Kebesaran para Khulafaur Rasyidin tentu tidak hanya disini saja, karena kita umat Islam mengerti benar kisah hidup mereka yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dan membenarkan berita yang dibawa RasulNya. Tapi disini kita tidak akan membahas semua itu.
Jika kita menganggap kematian mereka adalah peristiwa tragis, maka itu adalah benar, dan kita amat sangat kehilangan. Namun jika ini dikaitkan dengan ketidak sempurnaan sistem Islam saya rasa itu adalah kesalahan besar

Satu hal yang mencengangkan dari 3 Khulafaur Rasyidin setelah Abu Bakar adalah ketiga - tiganya mati terbunuh. Dimanakah sistem Islam yang baik? mengapa sampai membiarkan pemimpin mereka terbunuh? Padahal Risallah Allah baru disahkan hanya dalam beberapa tahun sebelumnya? Jika sistem Islam yang sempurna tidak mampu melindungi para pemimpin mereka dalam hitungan tahun bagaimana mungkin syariat Islam mampu melindungi umatnya yang hidup ribuan tahun sejak zaman Nabi? Jika Islam sudah terbukti adalah syariat yang cacat untuk apa kita pertahankan?

Jika kita menganggap kematian mereka adalah peristiwa tragis, maka itu adalah benar, dan kita amat sangat kehilangan. Namun jika ini dikaitkan dengan ketidak sempurnaan sistem Islam saya rasa itu adalah kesalahan besar. Kita semua akan mati entah karena usia panjang, sakit, kecelakaan, terbunuh, tetapi itu bukanlah sesuatu yang penting dan kita risaukan dan kita pilih. Karena saat salah satunya datang kita tak bisa mengelaknya dan memilih cara yang lain yang kita anggap 'enak' untuk mati. Mati yang cepat dan tidak terasa. Kematian adalah sebuah hal pasti, namun bagaimana kita mati masih akan menjadi rahasia sampai waktunya tiba.

Saya punya sebuah pertanyaan untuk semua yang membaca tulisan ini

Jika anda sekalian diperbolehkan memilih saat kematian anda sendiri, pada kondisi seperti apa yang anda inginkan untuk mati?

Apakah anda ingin mati setelah meraih semua kesuksesan di dunia ini?
Apakah anda siap mati setelah meninggalkan keluarga anda ilmu dan warisan yang cukup?
Apakah anda ingin mati jika salah satu cita - cita tertinggi anda berhasil anda capai?
Apakah anda memilih mati saat bersenang - senang?
Apakah anda ingin menutup mata didampingi orang - orang yang sangat berarti bagi anda?

Mungkin sebagian jawaban anda ada disalah satunya

Tapi saya yakin seyakin - yakinnya, anda semua ingin mati saat berada dipuncak keimanan, saat beribadah, saat dekat dengan Tuhan. Saya yakin dengan amat sangat itulah keinginan yang paling anda inginkan saat meninggalkan dunia ini.

Berapa saudara kita mati karena OD mengkonsumsi narkoba dan miras?
Berapa manusia mati setelah ketahuan mencuri ayam/ merampok bank?
Berapa hidung belang yang mati saat berzina dengan pelacur?
Berapa orang mati bunuh diri karena tidak sanggup menerima cobaan?
Berapa orang yang mati saat memperingati sedekah untuk dewa dewi dan menyekutukan Allah?
Mereka bertiga diangkat derajatnya oleh Allah dengan memberi ketiganya kematian saat mereka benar - benar merindukan Allah, dan saat Allah menyaksikan kebesaran cinta mereka terhadapNya

Bukankah itu saat kematian yang terburuk yang dapat terjadi pada kita? Kita mati saat kita melakukan kehinaan dunia, Allah mengambil nyawa kita sebelum kita sadar untuk menyesali dan bertobat? Siapakah diantara kita ingin mati saat itu? Tentu saja saya sangat ingin menghindarinya, kita semua sangat ingin terhindar dari kematian - kematian semacam itu. Kita ingin mati khusnul Khotimah, mati dalam kondisi terbaik kita, yaitu mati saat kita mencintai dan dicintai Allah.

Umar,Utsman dan Ali memang mati terbunuh, tapi lihatlah saat kematian mereka, Umar tidak sedang berzina dengan pelacur, Utsman tidak sedang mencuri ayam, Ali tidak sedang menyembah berhala, tidak ada satupun dari mereka mati dalam kondisi mabuk, atau over dosis. Tidak sama sekali. Umar dan Ali meninggal saat mengimami umat Islam sholat berjamaah, Utsman gugur saat membaca Al-Qur'an. Mereka bertiga diangkat derajatnya oleh Allah dengan memberi ketiganya kematian saat mereka benar - benar merindukan Allah, dan saat Allah menyaksikan kebesaran cinta mereka terhadapNya. Benar kawan mereka mati dalam kondisi terbaik yang kita semua inginkan, meninggal saat begitu dekat dengan Sang Khalik. Inilah kematian paling utama bagi setiap muslim selain Syahid saat bertempur dijalan Allah.

Kematian mereka adalah kematian terbaik, kematian yang patut kita teladani, Khusnul Khotimah, itulah yang kita semua cari di akhir hidup kita, Khulafaur Rasyidin telah mendapatkannya dan kita mengikhlaskan kematian mereka, mengenang kebesaran hidup mereka hingga keshalihan akhir hidup mereka, Mereka bertiga lahir dalam kondisi terburuk yaitu lahir dalam keadaan bukan muslim dan jahiliyah, tetapi buku kehidupan mereka ditutup dengan keindahan yang tiada tara. Inilah bukti kesempurnaan syariat Islam yang telah membukakan mata kita, karena syariat ini telah menjaga para Khalifah dan ratusan ribu umat Islam lainnya dengan kematian Khusnul Khatimah.

Saya yakin para Khalifah tidak mempermasalahkan cara mereka meninggal tapi justru merasa bersyukur dengan waktu yang diberikan Allah untuk memanggil mereka kembali. Inilah yang harus kita pahami bersama, janganlah kita melihat kapan kita mati, seperti apa cara kita mati, tetapi berusahalah agar saat kematian kita adalah saat terbaik dalam hidup kita dihadapanNya. Bagaimana caranya? yaitu dengan menjaga setiap nafas kita, setiap detik yang kita jalani dengan mengamalkan ajaran Allah. Supaya kita tidak terjebak dalam kesesatan meski sesaat, supaya Allah menyelamatkan kita dari kematian terburuk, supaya setiap saat, setiap detiknya kita selalu siap mati Khusnul Khotimah, Insya Allah , Allah akan mengizinkan kita ingin meninggal saat sedang beribadah dan meninggikan Asma Allah dimuka bumi ini seperti para Khalifah.

Amin Ya Robbal 'Alamin

Minggu, 14 Februari 2016

Shalahuddin al-Ayyubi

Kali ini kita akan bercerita tentang seorang laki-laki mulia dan memiliki peranan yang besar dalam sejarah Islam, seorang panglima Islam, serta kebanggaan suku Kurdi, ia adalah Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadi atau yang lebih dikenal dengan Shalahuddin al-Ayyubi atau juga Saladin. Ia adalah seorang laki-laki yang mungkin sebanding dengan seribu laki-laki lainnya.
Asal dan Masa Pertumbuhannya
tikritShalahuddin al-Ayyubi adalah laki-laki dari kalangan ‘ajam (non-Arab), tidak seperti yang disangkakan oleh sebagian orang bahwa Shalahuddin adalah orang Arab, ia berasal dari suku Kurdi. Ia lahir pada tahun 1138 M di Kota Tikrit, Irak, kota yang terletak antara Baghdad dan Mosul. Ia melengkapi orang-orang besar dalam sejarah Islam yang bukan berasal dari bangsa Arab, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan lain-lain.
Karena suatu alasan, kelahiran Shalahuddin memaksa ayahnya untuk meninggalkan Tikrit sehingga sang ayah merasa kelahiran anaknya ini menyusahkan dan merugikannya. Namun kala itu ada orang yang menasihatinya, “Engkau tidak pernah tahu, bisa jadi anakmu ini akan menjadi seorang raja yang reputasinya sangat cemerlang.”
Dari Tikrit, keluarga Kurdi ini berpindah menuju Mosul. Sang ayah, Najmuddin Ayyub tinggal bersama seorang pemimpin besar lainnya yakni Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki memuliakan keluarga ini, dan Shalahuddin pun tumbuh di lingkungan yang penuh keberkahan dan kerabat yang terhormat. Di lingkungan barunya dia belajar menunggang kuda, menggunakan senjata, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat mencintai jihad. Di tempat ini juga Shalahuddin kecil mulai mempelajari Alquran, menghafal hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mempelajari bahasa dan sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Diangkat Menjadi Mentri di Mesir
Sebelum kedatangan Shalahuddin al-Ayyubi, Mesir merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Syiah, Daulah Fathimiyah. Kemudian pada masa berikutnya Dinasti Fathimiyah yang berjalan stabil mulai digoncang pergolakan di dalam negerinya. Orang-orang Turki, Sudan, dan Maroko menginginkan adanya revolusi. Saat itu Nuruddin Mahmud, paman Shalahuddin, melihat sebuah peluang untuk menaklukkan kerajaan Syiah ini, ia berpandangan penaklukkan Daulah Fathimiyyah adalah jalan lapang untuk membebaskan Jerusalem dari kekuasaan Pasukan Salib.
Nuruddin benar-benar merealisasikan cita-citanya, ia mengirim pasukan dari Damaskus yang dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh untuk membantu keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi, di Mesir. Mengetahui kedatangan pasukan besar ini, sebagian Pasukan Salib yang berada di Mesir pun lari kocar-kacir sehingga yang dihadapi oleh Asaduddin dan Shalahuddin hanyalah orang-orang Fathimyah saja. Daulah Fathimiyah berhasil dihancurkan dan Shalahuddin diangkat menjadi mentri di wilayah Mesir. Namun tidak lama menjabat sebagai menteri di Mesir, dua bulan kemudian Shalahuddin diangkat sebagai wakil dari Khalifah Dinasti Ayyubiyah.
Selama dua bulan memerintah Mesir, Shalahuddin membuat kebijakan-kebijakan progresif yang visioner. Ia membangun dua sekolah besar berdasarkan madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini ia tujukan untuk memberantas pemikiran Syiah yang bercokol sekian lama di tanah Mesir. Hasilnya bisa kita rasakan hingga saat ini, Mesir menjadi salah satu negeri pilar dakwah Ahlussunnah wal Jamaah atau Sunni. Kebijakan lainnya yang ia lakukan adalah mengganti penyebutan nama-nama khalifah Fathimiyah dengan nama-nama khalifah Abbasiyah dalam khutbah Jumat.
Menaklukkan Jerusalem
Persiapan Shalahuddin untuk menggempur Pasukan Salib di Jerusalem benar-benar matang. Ia menggabungkan persiapan keimanan (non-materi) dan persiapan materi yang luar biasa. Persiapan keimanan ia bangun dengan membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari dada-dada kaum muslimin dengan membangun madrasah dan menyemarakkakn dakwah, persatuan dan kesatuan umat ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran mereka menghadapi Pasukan Salib. Dengan kampanyenya ini ia berhasil menyatukan penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di bawah satu komando. Dari persiapan non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan dengan cita-cita yang sama dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.
crusadeDari segi fisik Shalahuddin mengadakan pembangunan makas militer, benteng-benteng perbatasan, menambah jumlah pasukan, memperbaiki kapal-kapal perang, membangun rumah sakit, dll.
Pada tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang cukup berat, namun dari situ tekadnya untuk membebaskan Jerusalem semakin membara. Ia bertekad apabila sembuh dari sakitnya, ia akan menaklukkan Pasukan Salib di Jerusalem, membersihkan tanah para nabi tersebut dari kesyirikan trinitas.
Dengan karunia Allah, Shalahuddin pun sembuh dari sakitnya. Ia mulai mewujudkan janjinya untuk membebaskan Jerusalem. Pembebasan Jerusalem bukanlah hal yang mudah, Shalahuddin dan pasukannya harus menghadapi Pasukan Salib di Hathin terlebih dahulu, perang ini dinamakan Perang Hathin, perang besar sebagai pembuka untuk menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut kaum muslimin berkekuatan 63.000 pasukan yang terdiri dari para ulama dan orang-orang shaleh, mereka berhasil membunuh 30000 Pasukan Salib dan menawan 30000 lainnya.
Setelah menguras energy di Hathin, akhirnya kaum muslimin tiba di al-Quds, Jerusalem, dengan jumlah pasukan yang besar tentara-tentara Allah ini mengepung kota suci itu. Perang pun berkecamuk, Pasukan Salib sekuat tenaga mempertahankan diri, beberapa pemimpin muslim pun menemui syahid mereka –insya Allah- dalam peperangan ini. Melihat keadaan ini, kaum muslimin semakin bertambah semangat untuk segera menaklukkan Pasukan Salib.
Untuk memancing emosi kaum muslimin, Pasukan Salib memancangkan salib besar di atas Kubatu Shakhrakh. Shalahuddin dan beberapa pasukannya segera bergerak cepat ke sisi terdekat dengan Kubbatu Shakhrakh untuk menghentikan kelancangan Pasukan Salib. Kemudian kaum muslimin berhasil menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Setelah itu, jundullah menghancurkan menara-menara dan benteng-benteng al-Quds.
Pasukan Salib mulai terpojok, merek tercerai-berai, dan mengajak berunding untuk menyerah. Namun Shalahuddin menjawab, “Aku tidak akan menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu tidak menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”. Namun pimpinan Pasukan Salib, Balian bin Bazran, mengancam “Jika kaum muslimin tidak mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh semua tahanan dari kalangan umat Islam yang jumlahnya hampir mencapai 4000 orang, kami juga akan membunuh anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar, dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan! Satu orang dari kami akan membunuh satu orang dari kalian! Kebaikan apalagi yang bisa engkau harapkan!” Inilah ancaman yang diberikan Pasukan Salib kepada Shalahuddin dan pasukannya.
Dome of The Rock atau Kubatu Shakhrakh
Dome of The Rock atau Kubatu Shakhrakh
Shalahuddin pun mendengarkan dan menuruti kehendak Pasukan Salib dengan syarat setiap laki-laki dari mereka membayar 10 dinar, untuk perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2 dinar. Pasukan Salib pergi meninggalkan Jerusalem dengan tertunduk dan hina. Kaum muslimin berhasil membebaskan kota suci ini untuk kedua kalinya.
Shalahuddin memasuki Jerusalem pada hari Jumat 27 Rajab 583 H / 2 Oktober 1187, kota tersebut kembali ke pangkuan umat Islam setelah selama 88 tahun dikuasai oleh orang-orang Nasrani. Kemudian ia mengeluarkan salib-salib yang terdapat di Masjid al-Aqsha, membersihkannya dari segala najis dan kotoran, dan mengembalikan kehormatan masjid tersebut.
Masjid al-Aqsha
Masjid al-Aqsha
Wafatnya Sang Pahlawan
Sebagaimana manusia sebelumnya, baik dari kalangan nabi, rasul, ulama, panglima perang dan yang lainnya, Shalahuddin pun wafat meninggalkan dunia yang fana ini. Ia wafat pada usia 55 tahun, pada 16 Shafar 589 H bertepatan dengan 21 Febuari 1193 di Kota Damaskus. Ia meninggal karena mengalami sakit demam selama 12 hari. Orang-orang ramai menyalati jenazahnya, anak-anaknya Ali, Utsman, dan Ghazi turut hadir menghantarkan sang ayah ke peristirahatannya. Semoga Allah meridhai, merahmati, dan  membalas jasa-jasa engkau wahai pahlawan Islam, sang pembebas Jerusalem.

Pengertian Islam Menurut Bahasa dan Istilah Dalam Al Quran

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Pengertian Islam Menurut BahasaPengertian Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama)
Pengertian Islam Menurut Bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.
الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما
Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah:
1. Berasal dari ‘salm’ (السَّلْم) yang berarti damai.
Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. 8 : 61)
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.
Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman : (QS. 49 : 9)
 “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: (QS. 22 : 39)
 “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.”
2. Berasal dari kata ‘aslama’ (أَسْلَمَ) yang berarti menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya. Menunjukkan makna penyerahan ini,
Allah berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4 : 125) “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya. Dalam sebuah ayat Allah berfirman: (QS. 6 : 162)
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya. Allah berfirman: (QS. 3 : 83) :
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”
Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita kepada aturan Islam dan juga kepada kehendak Allah SWT. Karena insya Allah dengan demikian akan menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).
3. Berasal dari kata istaslama–mustaslimun : penyerahan total kepada Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37 : 26) “Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.”
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah adalah seperti dalam setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga berbagai sisi kehidupan yang bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya dilakukan hanya karena Allah dan menggunakan manhaj Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2 : 208)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang dilarang-Nya.
4. Berasal dari kata ‘saliim’ (سَلِيْمٌ) yang berarti bersih dan suci.
Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26 : 89):
 “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 37: 84)  “(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Karena pada hakekatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran Islam, adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.
Allah berfirman: (QS. 5 : 6)
 “Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya syari’at Islam) itu hendak menyulitkan kamu, tetapi sesungguhnya Dia berkeinginan untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
5. Berasal dari ‘salam’ (سَلاَمٌ) yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)
Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.”
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap insan.
Adapun Pengertian Islam Menurut Istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap dinul Islam), Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.’
Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:
  1. Islam sebagai wahyu ilahi
    Mengenai hal ini, Allah berfirman QS. 53 : 3-4 :
 “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
  1. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3 : 84)
“Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.”
  1. Sebagai pedoman hidup
Allah berfirman (QS. 45 : 20):
“Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.”
  1. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50)
 “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.
Allah berfirman (QS. 6 : 153)
 “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
  1. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman (QS. 16 : 97)
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.(dikutip dari el-misbah.blogspot.com)

Kamis, 11 Februari 2016

LOGO PEMUDA MAJLIS TAFSIR AL-QUR'AN (PEMUDA MTA)

PROFIL PEMUDA MTA

Organisasi kepemudaan MTA atau Pemuda MTA dibentuk pada tanggal 7 Oktober 2012 secara resmi dengan adanya Deklarasi Nasional Pemuda MTA yang diadakan di Manahan Surakarta. Pengukuhan organisasi Pemuda MTA dibawah Yayasan Majlis Tafsir Al-qur’an Surakarta dilakukan oleh Ketua Umum MTA Al-ustadz Drs. Ahmad Sukina dengan ditandai penyerahan Surat Keputusan (SK) Pengurus Pemuda MTA kepada Para Pengurus Pemuda MTA. Berkenan mendampingi penyerahan SK, Deputi I Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementrian Pemuda dan Olahraga Dr.H. Afitra Salam, APU selaku wakil Menteri Pemuda dan Olahraga.

IKRAR PEMUDA MTA
  1. Kami Pemuda MTA bersyukur kepada Allah SWT atas anugrah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah menurut keyakinan agama masing-masing.
  2. Kami Pemuda MTA siap membela Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi ancaman dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika.
  3. Kami Pemuda MTA menjunjung tinggi akhlak, mengedepankan ukhuwwah islamiyah, ukhuwwah wathoniyah dan  ukhuwwah basyariyah dalam berinteraksi dengan sesama anak bangsa.
  4. Kami  Pemuda MTA menjadikan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai panutan kami, bekerja keras dan berkarya sebagai identitas kami.
  5. Kami Pemuda MTA turut serta membangun kecerdasan bangsa dengan dakwah dan amal sholeh. 
VISI PEMUDA MTA

Menjadikan gerakan Pemuda MTA sebagai wadah untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang tangguh berlandaskan taqwa kepada ALLAH SWT, memiliki aqidah yang lurus, ibadah yang benar, dan akhlaq yang mulia.

MISI PEMUDA MTA
  1. Menggiatkan kegiatan dakwah untuk menyebarluaskan ajaran Al Quran dan Sunnah.
  2. Menumbuhkan semangat kebangsaan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan dengan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
  3. Mempersiapkan generasi muda menjadi pengelola bangsa yang tangguh dengan segala potensi yang dimiliki berlandaskan taqwa kepada Allah SWT.
  4. Membentuk generasi muda yang bersemangat, sehat, dan cerdas serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
  5. Mengembangkan jiwa kewirausahaan generasi muda untuk mendukung kemandirian ekonomi bangsa. 

Senin, 01 Februari 2016

Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja

“Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja” ketegori Muslim.
Ancaman Bagi Orang Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dengan Sengaja
Kategori Puasa
Senin, 11 Oktober 2004 07:18:03 WIB
ANCAMAN BAGI ORANG YANG MEMBATALKAN PUASA RAMADHAN DENGAN SENGAJA
Oleh
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhahaya[1], membawaku ke satu gunung yg kasar (tdk rata), kedua berkata, “Naik”. Aku katakan, “Aku tdk mampu”. Kedua berkata, ‘Kami akan memudahkanmu’. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yg keras. Akupun bertanya, ‘Suara apakah ini?’. Mereka berkata, ‘Ini ialah teriakan penghuni neraka’. Kemudian kedua membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang yg digantung dgn kaki di atas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kedua menjawab, ‘Mereka ialah orang-orang yg berbuka sebelum halal puasa mereka.[2] .” [3]
Adapun hadits yg diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arti : Barangsiapa berbuka satu hari saja pada bulan Ramadhan dgn sengaja, tdk akan bisa diganti walau dgn puasa sepanjang zaman kalau dia lakukan”
Hadits ini lemah, tdk shahih. Pembahasan hadits ini secara rinci akan di bahas di akhir kitab ini.
[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
_________
Foote Note.
[1] Yakni : dua lenganku
[2] Sebelum tiba waktu berbuka puasa
[3] [Riwayat An-Nasa’i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf 4/166 dan Ibnu Hibban (no.1800-zawaidnya) dan Al-Hakim 1/430 dari jalan Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin ‘Amir dari Abu Umamah. Sanad Shahih]

Amalan Yang Menyelamatkan dari Api Neraka

sedekah 1Amalan Yang Menyelamatkan dari Api Neraka
Wahai Saudaraku sesama Muslim, Abu Zdar ra. pernah berkata:
Saya pernah bertanya pada Rasulullah SAW.: “Perbuatan apa yang bisa menyelamatkan orang dari api neraka?
Beliau menjawab: “Iman kepada Allah”.
Saya berkata lagi: “Wahai Nabi Allah, dengan iman itu tentu ada amal perbuatan?”.
Jawab Beliau: “Hendaklah engkau sedekahkan apa apa yang diberikan Allah.”
Saya bertanya lagi: “Wahai Nabi Allah, kalau orang orang itu fakir miskin, tidak memiliki sesuatu?”
Beliau menjawab: “Lakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar”.
Saya bertanya pula: “Kalau orang itu tidak bisa melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar?”.
Beliau bersabda pula: “Suruhlah dia mengajar orang bodoh”.
Saya bertanya lagi: “Jika orang itu tidak bisa melakukannya?”.
“Suruhlah dia membela orang yang dizalimi orang”, sabda Nabi pula.
Saya bertanya lagi: “Kalau orang itu tergolong lemah, tidak sanggup membela orang yang teraniaya?”.
Beliau menjawab seraya bertanya: “Perbuatan apa yang engkau inginkan dari rekanmu itu untuk bekal kebajikan? ! Suruhlah dia jangan menyakiti hati orang lain”.
Saya bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apakah perbuatan itu akan memasukannya ke dalam Surga?”.
Lalu jawabnya lagi menegaskan: “Seorang mukmin yang telah mengerjakan salah satu dari perbuatan itu, akan dituntun masuk kedalam Surga”.
Kami bisa membayangkan api neraka sebagai puncak siksaan lahir atau bathin yang ditimpakan kepada penjahat. Dan Surga sebagai suatu puncak penilaian kebajikan yang merupakan ganjaran lahir atau bathin pula, bagi orang orang yang beramal saleh di jalan Allah. Dalam hadist ini terlihat Rasulullah SAW. banyak menampilkan rahmat dan amal kebajikan, dan penilaian pahala tidaklah mensyaratkan orang harus mengerjakan semuanya. Melakukan satu saja, sudah cukup baik. Ya, hanya satu saja sudah bisa membawa si pelakunya ke puncak sana (Surga). Itulah makna kata kata agung yang diucapkan beliau pada penutup hadistnya itu. Demikianlah seperti yang diuraikan oleh Abu Zdar.
Dalam kisah lain diceritakan oleh Rasulullah SAW. bagaikan seniman jenius, dimana beliau melukiskan pengertian rahmat itu dalam bentuk kisah yang indah dan menarik.
“Seorang rahib dari Bani Israel telah beribadat pada Allah didalam sebuah biara selama enam puluh tahun. Pada suatu hari hujan pun turun dengan lebatnya dan pemandangan sekitarnya menjadi hijau. Sang rahib melepaskan pandangannya keluar biara seraya berkata: “Kalau aku turun keluar sambil berzikir menyebut nyebut nama Allah, tentulah akan menambah kebaikanku “.
Diapun menuruni tangga sambil membawa dua potong roti. Sesampainya dia dibawah dia disambut oleh seorang wanita. Maka berbincang bincanglah mereka, dan dimabuk cinta serta tak sadarkan diri. Kemudian sang rahib pergi mandi ke sebuah kolam, lantas datanglah seorang peminta minta. Dia menunjuk pada dua potong rotinya agar si peminta minta mengambil makanan itu. Dan tiba tiba saja sang rahib meninggal dunia. Lalu ditimbangkanlah pengabdiannya selama enam puluh tahun itu dengan perbuatannya main dengan pelacur tersebut. Perbuatannya dengan sang pelacur ternyata mengalahkan semua kebaikannya. Kemudian pahala karena memberikan dua potong roti kepada si pengemis ditambahkan ke dalam pengabdiannya itu, maka ternyata timbangan kebaikannya menjadi lebih berat. Maka diapun diampuni ! “.
Sungguh hebatnya Rasulullah SAW. meletakkan kedudukan rahmat pada puncak yang begitu agung, sehingga kita bisa melihat betapa Allah SWT. menimbang rahmat seseorang bukan dari besarnya, akan tetapi berdasarkan penampilan spiritual dari rahmat itu sendiri.
Tiap karya seseorang sekalipun nampaknya kecil, bisa menyelamatkan orang itu dari bencana besar, seperti yang disabdakan Rasulullah: ” Perbuatan baik dapat mencegah menangnya keburukan”.